Cerita Tak Berjudul

Beberapa hari yang lalu, saya mendapati kabar adik pertama saya mengundurkan diri dari pekerjaan nya sebagai guru di sekolah swasta. Keputusannya diambil memang sudah sejak lama, sekitar 6 bulan lalu ia mengabari saya via grup WA keluarga kalau ia lolos beasiswa S2 LPDP di Bandung. Sekitar 6 bulan lalu, saya minta ia shalat istikhoroh. Apakah akan melanjutkan ambil si beasiswa atau melanjutkan bekerja saja. Beberapa hari setelahnya, ia bilang sudah mengambil keputusan untuk lanjut kuliah saja. Kami, sekeluarga mengiyakan. Bukan keputusan mudah memang, pada akhirnya di bulan Juni, ditengah pandemi begini, saat banyak orang ingin bekerja, adik saya malah mengundurkan diri dari pekerjaan nya. 

Adik saya, Perempuan. 27 tahun. Di usia nya, ia memilih melanjutkan pendidikan S2 nya. Sementara saya, saat usia 26 memutuskan untuk menikah dan menyudahi pendidikan sampai S1 saja. Sementara si bungsu, laki-laki yang berusia 24 tahun kini masih bekerja sebagai karyawan swasta dengan pendidikan D3, belum tahu waktu nya kapan ia mau kuliah lagi. 

Kami tidak berasal dari keluarga berada. Hidup sederhana dan sangat apa ada nya sudah keluarga kami (ayah,ibu, saya dan 2 adik saya) lakoni. Bisa juga disebut begini : "bisa makan dan sekolah saja sudah Alhamdulillah. Jangan mimpi bisa kuliah".

Perkuliahan tentu menjadi hal mewah bagi seorang Seila remaja, saat itu usia saya masih belia. 17 tahun baru lulus SMA. Pakde saya (kakaknya ayah) yang baik hatinya, menawarkan saya untuk ikut test beasiswa. D3 Teknik Jaringan Komputer di kampus ISTN namanya (mungkin bisa di googling kampus nya, karena banyak orang yang tidak tau :")). Begitu jurusan nya. Sebetulnya, saat itu saya ingin sekali kuliah sastra Inggris atau jurnalistik. 
Tapi, "yaudahlah yang penting kuliah dulu aja" . Pikirku saat itu. 2007, saya mulai menjadi mahasiswa gratisan. Tapi tak semudah itu, uang jajan yang kerap kurang dan perlu nya membeli ini itu saat kuliah tetap saja membuat saya bingung. Tak ingin menambah beban orang tua, Allah mudahkan jalan untuk saya mengajar. Berbekal ilmu sedikit-sedikit, saya memberanikan diri mengajar les bersama sahabat saya. Saya mengajar Bahasa Inggris dan Wenty-sahabat saya mengajar matematika. Dari situ, saya bisa menabung sedikit-sedikit, membeli netbook setara intel pentium 4 yang tentu saja tidak terlalu up to date saat itu. "Asal cukup buat bikin tugas" begitu pikir saya. 
Saat itu pula, pertama kali nya saya bisa memberi uang pada ibu. Tak banyak tentu. Kalau tidak salah hanya 30 ribu :")
Tapi disitu rasanya haru, begini rasanya memberi, walau tak banyak saat itu yang dimiliki. 

2010 saya lulus kuliah D3, saya bertekad untuk bekerja apa saja yang penting halal. Tentu saja utamanya untuk membantu keluarga. Di 2010 pula, adik pertama saya. Geby, lulus SMK. Ia tidak langsung melanjut kuliah, lagi-lagi. Seperti saya, ia mengajar Bahasa Inggris sambil mencari info beasiswa sana-sini. Kami tidak cerdas, biasa saja. Tapi Allah maha baik, di 2011 Geby ikut test beasiswa di sampoerna foundation dan lolos untuk perkuliahan S1 jurusan bahasa Inggris. Lagi-lagi Allah mudahkan urusan kami :") ,
mengikuti jejak saya, Geby kuliah dan mengajar les di waktu senggang untuk memenuhi ongkos, jajan dan kebutuhan perkuliahan lainnya. 2011 saya sudah bekerja sebagai staff di bank syariah swasta, dan Geby berkuliah.

2014, adik saya si bungsu. Akbar, lulus SMK dan tentu saja ingin melanjutkan kuliah. Karena tak ingin membebani orangtua lagi masalah biaya kuliah, saya yang waktu itu sudah bekerja dan Geby yang juga masih kuliah & mengajar mengumpulkan tabungan kami seadanya, membayar perkuliahan dan semesteran Akbar. Akbar kuliah di BSI, karena hanya biaya kuliah disana yang masuk ke dalam budget pas-pasan kami :") . 
Akbar, sama seperti saya dan Geby mencari kerja sampingan sana-sini untuk uang jajan dan keperluan kecil kuliah lainnya, ia tidak tinggi gengsi. Menjadi loper koran pernah ia lakoni, bahkan serabutan saat event PRJ selama libur kuliah, pernah ia kerjakan.

Di 2014 pula, uang saya cukup untuk melanjutkan kuliah S1 di unindra. Lagi-lagi karena biaya saya yang seadanya, berkuliah disanalah yang akhirnya saya pilih.

Setahun setelahnya, 2015. Geby lulus kuliah, ia bekerja menjadi guru bahasa inggris di wall street institute. Hidup kami, sedikit-sedikit mulai membaik. Walau tentu saja tidak drastis. Kami sudah bisa menabung walau tak banyak, memberi walau cuma sedikit dan seadanya. 

Kepada ayah ibuku, Bapak Iwan dan Ibu Lenny. Terima kasih atas segala jerih payah dan upaya nya mendidik kami. Walau tak pernah sempurna, dan tak jarang bertengkarnya, dengan hidup seadanya. disanalah kami. Anak-anakmu belajar. Bahwa hidup dan sukses tak melulu soal banyak nya harta yang di miliki, tapi banyak nya memberi tanpa pamrih ingin dipuji. 

Kalau sudah begitu, saya akan mengingat-ingat, kebaikan saudara dan sahabat yang seringkali membantu. Memberi uang jajan, ataupun mendukung secara moral di masa sulit dahulu. Terharu seringkali, kudoakan mereka . Semoga Allah limpahkan kebaikan, keberkahan, keselamatan yang tak pernah putus. Tak pernah pupus.

Komentar

  1. As always..sederhana,deskriptif,enak dan ringan dibaca..keep writing sel..yg rajin..bikin buku lagi

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan Populer